Makalah Lingkungan Pendidikan Islam
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan suatu kebutuhan yang mutlak, yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi untuk maju, sejahtera, bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka. Untuk memajukan kehidupan mereka itulah maka pendidikan menjadi sarana utama yang perlu dikelola secara sistematis dan konsisten. Untuk itu dalam makalah ini akan disajikan mengenai pendidikan Islam, baik pengertian dan fungsinya, kemudian mengenai tri pusat pendidikan. Dan dengan adanya penjabaran mengenai pendidikan Islam, kami berharap akan membawa manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca semua pada umumnya.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Islam
Di dalam Al-Qur’an, terdapat kata-kata yang terkait dengan pendidikan, yakni: “ Rabba, ‘allama.
وا حفض لهما جناح الذل من الرحمة و قل ربّ إرحمهما كما ربّيا نى صغيرا ( الإسراء : 24 )
“ Sayangilah keduanya ( orang tuaku ) sebagaimana mereka telah mengasuhku ( mendidikku ) sejak kecil.” ( Q.S. Al-Isra’ : 24 )[1]
علم الإنسان ما لم يعلم ( العلق : 5 )
“ Dia yang mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya “. ( Q.S. Al-Alaq : 5 )
Dalam bahasa Arab, kata Rabba dan ‘Allama mengandung pengertian sebagai berikut:
1. Kata kerja Rabba, Artinya mengasuh, mendidik
2. Kata kerja ‘Allama, masdarnya ta’liman berarti mengajar
Jadi dapat dari kedua ayat Al-Qur’an di atas, dapat diambil sebuah pengertian bahwa pendidikan Islam itu adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia, serta sumber daya manusia manuju terbentuknya manusia yang seuruhnya sesuai dengan syari’at Islam.[2]
Konsep manusia seutuhnya dalam pandangan Islam dapat diformulasikan secara garis besar sebagai pribadi muslim, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa serta memiliki berbagai kemampuan yang teraktualisasi dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia dan lingkungan secara baik, positif dan konstruktif.
Demikianlah kualitas produk pendidikan Islam yang diharapkan pantas menjadi Khalifatullah fil ardhi.
B. Fungsi Pendidikan Islam
Dengan adanya pengertian pendidikan Islam seperti telah dijelaskan di atas, fungsi pendidikan Islam sudah cukup jelas, yaitu memelihara dan mengembangkan fitroh dan sumber daya manusia menuju terbentuknya manusia yang sempurna.[3] Untuk memperjelas fungsi pendidikan Islam, dapat ditinjau dari fenomena yang muncul dalam perkembangan peradapan manusia, dengan asumsi bahwa peradapan manusia senantiasa tumbuh dan berkembang melalui pendidikan.
Dalam kajian Antropologi dan Sosiologi, diketahui ada 3 fungsi pendidikan, yakni:
- Mengembangkan wawasan subyek didik mengenai dirinya dan alam sekitarnya, sehingga akan muncul kemampuan membaca.
- Melestarikan nilai – nilai insani yang akan menuntun jalan kehidupannya.
- Memasuki pintu ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan kemajuan hidup ( individu maupun sosial ).[4]
Apabila dari kajian Antropologi dan Sosiologi tersebut dikembalikan pada sudut pandang Al-Qur’an sebagai sumber utama pendidikan Islam, maka fungsi pertama dan terutama pendidikan Islam adalah memberikan kemampuan membaca ( Iqra’ ) pada peserta didik. Perintah membaca yang ditulis dalam Q.S Al-Alaq ayat pertama, bukanlah hanya sekedar membaca sebuah tulisan saja, namun membaca fenomena alam dan peristiwa dalam kehidupan.
Sampai disini lebih memperkuat lagi paradigma hubungan humanisme teosentris pendidikan Islam, karena kemampuan membaca sebagai unsur humanisme yang didasari dengan kekuatan spiritual Ilahiyah ( teosentrialisme ) yaitu “ membaca dengan nama Tuhan yang menciptakan manusia “
( إقرأ بسم ربّك الّذى خلق )
Dengan mengembalikan kajian Antropologi juga sosiologis ke dalam perspektif Al-Qur’an, maka dapat disimpulkan bahwa fungsi pendidikan Islam adalah:
- Mengembangkan wawasan yang tepat dan benar mengenai jati diri manusia, alam sekitarnya dan juga mengenai kebesaran Illahi, sehingga tumbuh kemampuan membawa fenomena alam dan kehidupan, Serta memahami hukum – hukum yang terkandung di dalamnya. Dengan kemampuan ini akan meningkatkan kreativitas dan produktivitas sebagai implementasi identifikasi diri pada Tuhan “ Pencipta “.
- Membebaskan manusia dari segala anasir yang dapat merendahkan martabat manusia, baik yang timbul dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar.
- Mengembangkan ilmu pengetahuan untuk menopang dan memajukan kehidupan baik individu maupun sosial.[5]
C. Tri Pusat Pendidikan
Dalam GBHN ( Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 ) berkenaan dengan pendidikan dikemukakan: “ Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah “.[6] Dari ketetapan – ketetapan MPR tersebut, maka tri pusat pendidikan adalah Keluarga, sekolah, dan masyarakat.
1. Keluarga
Keluarga dikenal sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan juga utama. Karena itu peran dan pengaruh keluarga sangatlah esensial bagi perkembangan anak. Apa yang diberikan dan dilakukan oleh keluarga akan menjadi sumber perlakuan pertama yang akan mempengaruhi pembentukan karakteristik perilaku dan pribadi anak. Perlakuan pada masa awal kehidupan anak yang terjadi dalam keluarga sangat memegang peran kunci dalam pembentukan struktur dasar kepribadiannya tersebut.
Sebagian besar waktu anak akan dihabiskan di keluarga, jika kesempatan yang banyak diisi dengan hal-hal yang positif, maka akan memberikan kontribusi yang positif pula untuk anak. Karakteristik hubungan orang tua dan anak berbeda dari hubungan anak dengan pihak-pihak lainnya di sekitar mereka. Kepada orang tua, selain si anak memiliki ketergantungan secara materi, ia juga memiliki ikatan psikologis tertentu yang sejak dalam kandungan telah dibangun melalui jalinan kasih sayang dan pengaruh-pengaruh normatif tertentu. Interaksi kehidupan orangtua-anak mewujudkan keadaan yang apa adanya dan bersifat “asli”, tidak seperti hubungan anak dengan gurunya yang mungkin akan selalu menekankan formalitas karena terikat oleh posisi guru yaitu sebagai pendidik yang harus selalu bisa membangun keadaan yang wajar dengan nasihat-nasihat baiknya.
Sedangkan Pengaruh keluarga akan sangat bervariasi tergantung pada bentuk, kualitas, dan intensitas perlakuan yang terjadi serta pada kondisi anak itu sendiri. Namun prinsip-prinsip yang dimiliki orang tua untuk bahan rujukan dalam membimbing anak tersebut tidaklah boleh terlepas dari unsur-unsur pribadi anak yang unik. Peran keluarga lebih banyak bersifat memberikan dukungan baik dalam hal penyediaan fasilitas maupun penciptaan suasana belajar yang kondusif.
Sedangkan Dalam hal pembentukan perilaku, sikap dan kebiasaan, penanaman nilai, dan perilaku-perilaku lainnya pengaruh keluarga sangatlah kuat dan bersifat langsung. Keluarga berfungsi sebagai lingkungan kehidupan nyata dalam pengembangan aspek-aspaek perilaku tersebut. Enam hal yang dimungkinkan bisa dilakukan orang tua dalam mempengaruhi anak, yaitu:
1. Peneladanan perilaku baik secara langsung maupun tidak langsung
2. Memberiakan ganjaran atau hukuman, seperti pujian dan teguran
3. Perintah langsung
4. Menyatakan peraturan-peraturan
5. Penalaran, dan
6. Menyediakan fasilitas atau bahan-bahna dan adegan suasana, seperti membeliakn buku-buku yang diminati anak untuk proses belajarnya.
Keenam cara tersebut juga bisa dilakukan oleh guru dan teman-teman, namun bagaimanapun hubungan orang tua dan anak berbeda dari guru atau orang lain di sekitarnya. Pada umumnya setiap orang tua memiliki gaya atau pola asuh yang berbeda-beda dalam mensikapi anak-anaknya. Orang tua yang otoriter akan menerapkan seperangkat peraturan bagi anaknya secara ketat dan sepihak. Orang tua yang permisif akan cenderung memberikan banyak kebebasan kepada anaknya dan kurang memberikan kontrol. Sedangkan orang tua yang otoritatif akan memberikan seperangkat peraturan yang jelas yang akan dilakukan dengan pemahaman, bukan paksaan. Sehingga peraturan-peraturan yang diberikan akan dimengerti si anak dengan pengontrolan orang tua dalam suasana hubungan yang hangat dan dialog yang terbuka.
2. Sekolah
Selama kurang lebih lima sampai dengan enam jam, umumnya anak berada di sekolah yang bukan hanya hadir secara fisik, namun juga mengikuti kegiatan-kegiatan yang telah diprogram oleh sekolah. Dengan demikian, sekolah memiliki konribusi yang sangat berarti dalam hal perkembangan anak. Pengalaman interaksi anak dengan gurunya di sekolah akan lebih bermakna bagi anak daripada dengan orang dewasa lainnya. Luasnya lautan ilmu pengetahuan dan aspek-aspek kehidupan manusia lainnya semakin mengukuhkan keterbatasan orang tua dalam mendidik anaknya.
Mengikuti kegiatan pembelajaran yang berkaitan dengan proses penegembangan kognisi anak merupakan kegiatan utama mereka di sekolah. Perkembangan kognisi anak yang bersekolah akan berbeda dengan mereka yang tidak bersekolah . Interaksi pendidikan di sekolah tidak hanya berkenaan dengan perkembangan kognisi anak, namun juga berkenaan dengan perkemangan aspek-aspek pribadi lainnya. Sekolah akan membatasi dan mendefinisikan perilaku, perasaan, dan sikap anak. Di sekolah, mereka akan menemukan perkembangan identitas, keyakinan atau kemampuan diri, image tentang kehidupan dan kemungkinan karir, hubungan-hubungan sosial, serta standar perilaku yang benar dan salah. Semakin cocok antara budaya sekolah dengan nilai-nilai dan harapan-harapan anak, maka akan semakin positif dampak sekolah terhadap perkembangan anak.
Jelaslah fungsi dan tujuan sekolah, yaitu sebagai lembaga yang memfasilitasi proses perkembangan anak secara menyeluruh sehingga mereka dapat berkembang secara optimal sesuai dengan harapan-harapan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat, serta berperan dalam hal pengembangan aspek sosiomoral dan emosi anak dengan kemampuan guru dalam mendidik dan karakteristik-karakteristik pribadi yang sesuai dalam lingkungan pendidikan dan masyarakat.
3. Masyarakat
Anak-anak bergaul dalam masyarakat, di sana mereka menyaksikan berbagi peristiwa, di sana mereka melihat orang-orang berperilaku, dan di sana pula mereka akan selalu menemukan sejumlah aturan dan tuntutan yang seyogyanya dipenuhi oleh yang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman yang didapat anak-anak dalam masyarakat tersebut akan memberikan kontribusi tersendiri dalam pembentukan perilaku dan perkembangan pribadinya. Lingkungan masyarakat akan mendukung apa yang telah dikembangkan orang tua di rumah dan guru di sekolah, dan begitu sebaliknya. Jika rumah dan sekolah telah mengembangkan suatu budaya atau nilai yang relevan dengan apa yang dikembangkan di mayarakat , maka sangat mungkin akan muncul pengaruh yang saling mendukung, sehingga peluang pencapaiannyapun akan sangat besar.
Diperlukan ikatan ikatan psikologis yang kuat antara keluarga dengan anak, sehingga keluarga akan selalu dipercaya sebagai tempat yang baik untuk membicarakan dan memahami berbagai persoalan yang terjadi di masyarakat. Karena jika ditanya “siapa penanggung jawab kondisi dalam masyarakat?”, pada akhirnya tanggung jawab tersebut akan kembali pada keluarga masing-masing. Baik tidaknya suatu masyarakat akan sangat bergantung pada keluarga-keluarga yang membangun masyarakat tersebut. Orang tua juga harus membimbing anaknya dalam hal pergaulan anak dengan teman sebayanya dan menjaga anak dari pengaruh negatif media informasi yang akhir-akhir ini perannya sangat dominan dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
- Ahmad, Ideologi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005
- Sofia Apriyadi, categori “ tri pusat pendidikan “ dalam “
- http://edukasi.kompasiana.com/2011/01/02/tentang-tri-pusat-pendidikan/ “ ( Di akses 15 November 2011 ).
- Zakiyah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006
- http://www.anekamakalah.com/2012/09/makalah-lingkungan-pendidikan-islam.html
_________________
[1] Ahmad, Ideologi Pendidikan Islam, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005 ), h. 24
[2] Ibid, h. 28
[3] Ibid, h. 30
[4] Ibid, h. 33
[5] Ibid, h. 36
[6] Zakiyah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006 ), h. 34
0 Response to "Lingkungan pendidikan Islam"
Post a Comment